07 Mei 2010

Catatan Luka

Aku nggak ngerti batas sebuah harga diri. Ketika aku membutuhkan dan aku meminta pada seseorang yang kapasitasnya bukan siapa-siapa, apakah itu termasuk menjatuhkan harga diri? Ketika aku mengangguk saja pada orang asing yang mengajakku bertemu atau lebih tepatnya berkencan, apakah aku sudah kehilangan harga diri? Ketika aku diam saja pada orang yang menyetubuhiku dan menganggap seolah tidak terjadi apa-apa, apakah aku sudah tak punya harga diri?
Mungkin dia berpikir aku pelacur atau justru lebih rendah dari itu karena aku mau-mau saja ketika dia mengajakku berkencan. Aku dengan mudah mengatakan “ya!” tanpa peduli siapa dia, tanpa mau tahu dia orang baik-baik atau bukan. Cuek saja ketika tahu-tahu ternyata dia sudah punya keluarga. Meskipun sebenarnya ada luka yang menganga. Dibodohi! Dibohongi! Dan dengan mudah ia mencabik-cabik perasaan dengan mengatakan bahwa hubungan yang terjalin itu hanya pertemanan biasa. Jangan bawa-bawa perasaan. Jangan berharap terlalu banyak karena dia bilang: tak bisa memberikan lebih.
Ah, betapa tololnya! Dan aku seperti kerbau yang dipaksa mengangguk karena semua sudah terlanjur terjadi. Menyetujui kesepakatan. Perjanjian bodoh yang seharusnya lebih memberatkan aku tapi dianggap wajar-wajar saja oleh ia.
Mungkin dia bisa berhubungan dengan seorang wanita – yang kapasitasnya bukan siapa-siapa – tanpa melibatkan perasaan. Mungkin dia bisa melupakan adegan yang tlah tercipta karena kesalahan dan kembali ke batas normal. Atau dengan mudah merangkai alibi yang intinya: ya sudah! Itu toh kesalahan kamu juga. Kenapa kamu mau? Kenapa kamu minta? Kita disini cuma bersenang-senang, kan? Jangan libatkan perasaan ya! Aku masih mau jadi sahabatmu, kok!
Terus terang, meskipun aku leluasa tertawa, dalam hati kecilku menangis juga….
Aku memang salah. Aku benar-benar tak tahu skenarionya seperti itu. Seperti semuanya terjadi begitu saja. Awalnya kenal lewat facebook, janjian ketemu, benar-benar ketemu, jalan semalaman dan terjadilah….
Dan jujur saja, aku tak bisa menganggap itu sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Bagiku itu terlalu istimewa. Di luar logika! Dan tentang perasaan itu, aku tetap menaruh perasaan yang tak mungkin bisa kuhapus selamanya….
Maaf…. (cuplikan cerpen catatan luka: mei 2010)

Tidak ada komentar: