26 Februari 2008

Puisi Tuk Mengenangmu

Sejenak, ketika kulihat baris angka di kalender, kutemukan kembali sejarah usang. Sejarah yang menguak kepingan luka.

Gerimis enam tahun yang lalu terpaksa aku melepas kepergianmu. Mungkin Tuhan telah menuliskan garis lain. Ah, bukan mungkin. Tapi pasti! Dan aku tak bisa bernegosiasi dalam bentuk apapun untuk membuatmu selalu ada di dunia. Menghirup harum rumput, basah embun, hangatnya sinar matahari atau berdiskusi tanpa mengenal ruang dan waktu.

Mungkin kau masih mengisi sebagian hatiku...

Entah apa yang harus seseorang lakukan ketika menghidmadi dua hari besar sahabatnya. Kelahiran sekaligus kematian. Andai kau masih ada, akan kuberikan kotak kosong padamu. Karena terlalu banyak yang ingin aku berikan dan aku tak tahu harus memberimu yang mana.

Namun hari ini, relakan aku memahat kembali ingatanku. Ketika terakhir kau tertidur.


( I )

Kuselimutkan kabut di jasad batumu, Andara

seserpih mimpi yang melingkar di bibirmu

menghujam kembali ingatan abu

ingatan mengelabu


hujan menetas

kereta itu meluncur di tanah getas


lalu kutaburi sayap-sayapmu yang tertidur

dengan bunga mawar gugur

melati terguyur

sukma

hancur


( II )


Lalu mendung menggayut lenganku

menepaki jejakku

menukar kilas senyum

dengan air mata mengucur


tak kukendarai nasibku, Andara

entahlah...

malam tak begitu sempurna

meski tlah kudaki bukit bintang


( III )


mungkin layak kupurat jalan

merangkai menit-menit

dan jam – hari-bulan-tahun

mengubur senduku

ia mengarat dalam organ jiwaku, Andara

maukah kaupinjamiku air telaga?

Biar kubasuh ia

atau sekedar dongeng nina bobo

tuk picingkan mataku

dari masa lalu


untuk Andara

Lilin hati yang tak pernah mati

Tidak ada komentar: