15 April 2008

di dalam bis tadi

"Turun mana, Dek." kata laki-laki yang duduk di sampingku.
"Weleri. bapak?"
"Saya comal."
pembicaraan berhenti sejenak.
"Baru dari mana? Kuliah kerja atau..." tanya dia lagi.
"Ke Suara Merdeka."
"Wartawan?"
"Bukan?"
"Lalu?"
"Hanya main."
"Anak jaman sekarang senengnya emang main-main ya? mereka jarang berfikir tentang kehidupan, bangsa dan negara." gerutu lelaki itu.
Aku syok. nggak nyangka jawabanku bakal nimbulin pernyataan yang bikin hatiku panas. dalam hati aku berteriak. aku nggak main-main. aku baru ambil honor. you know! tulisanku kemuat minggu kemarin. (salah satu egoku yang terpendam). aku diam saja. bahkan sampai di perbatasan kendal, aku nggak bicara apa-apa.
lantas.... dia mulai bicara lagi. pertama dia bercarita tentang keluarga, anak, cucu dan pekerjaannya saat ini. yah.... dia salah seorang simpatisan calon gubernur. aku diceramai macam-macam tapi aku cuma angguk-angguk kepala. enggan berkata-kata. karena selain aku ngantuk, aku malas mendengarkan orasi politik yang nggak pada tempatnya (mungkin?) . tapi akhirnya dia ngasih pengertian yang aku suka :
"Politik itu bukan cuma masalah partai. hidup juga politik. semuanya politik. kalau mau sukses, pakai politik. sebelum kita dipolitiki, kita dulu yang musti memolitiki." katanya berapi-api.

2 komentar:

budi maryono mengatakan...

Lalu kenapa kau diam? Kenapa tak kaupolitiki dia? Hahaha...

wiwien wintarto mengatakan...

diam berarti golput. daripada diam mending kehujanan... bareng stephie