19 Februari 2008

Biarlah aku memilih

Biarlah aku memilih….

Aku berusaha membuka pintumu, Ref.

Tapi kamu tak pernah peduli tentang itu.

Akhir Oktober. Aku ingin sekali berangkat ke tempat itu. Menyelami kehidupan yang unik. Lalu menjadikannya sebagai potret kehidupan yang sangat menarik. Namun keinginanku kandas di tengah jalan lantaran kau tak pernah bisa mengerti aku. Kau selalu melarangku. Kau selalu mengekangku dengan berjuta alasan. Dan yang paling membikin hatiku sakit: kau melarangku atas nama cinta.

Kalau kau benar-benar cinta, kenapa kau selalu membayangi langkahku? Kenapa kau selalu mencurigaiku melakukan penyelewengan – dalam hal i8ni, kau menyebutnya selingkuh. Ini bukan yang pertama kalinya. Namun berkali-kali. Berpuluh-puluh kali.

Apakah dengan larangan-arangan seperti itu citaku makin bertambah? Dan pasti kau akan berharap kau menjadi sosok yang pengertian sedunia, pahlawan paling berjasa dalam hidupku, satu-satunya orang yang mengerti aku….

Tidak, Ref!

Aku juga benci, atau yang lebih kasar, aku muak dengan segala jenis laranganmu. Memangnya kamu siapa? Orangtuaku saja selalu mendukung jalanku. Orang tuaku tak pernah mencurigaiku berbuat yang enggak-enggak di luaran sana karena kenyataannya memang aku tidak berbuat. Lantas ketika kau menuduhku sekeji itu?

Kalau boleh aku bongkar, aku telah memcium kebusukanmu telah lama. Di belakangku, kau ber-sms ria dengan teman gadismu dan merayu-rayu hingga mereka terjerat dan menyatakan cinta padamu. Mungkin kau anggap aku bodoh karena aku memilih diam. Tapi sebenarnya hatiku sakit. Aku mencoba mempertahankan perasaan cinta yang mulai memudar ditelan keegoisanmu.

Kau tahu. Ref. di luaran, aku bekerja keras untuk mewujudkan cita-citaku. Kau tak perlu merasa kawatir. Karena aku bukan gadis cengeng yang selalu mengeluh dan bergantung pada orang lain.aku cukup tegar. Aku cukup bisa menyelesaikan masalah-masalahku yang berjibun. Aku cukup mampu!

Aku memang anak kecil, Ref. dan kuakui kau telah dewasa. lalu akan ke manakah kau membawa kedewasaanmu kalau dirimu saja masih tergantung sama orang lain?

Revalina Ranting

1 komentar:

wiwien wintarto mengatakan...

kasihan kau revalina. kejem amat si ref ya?