“Apa ini akhir?” kata Ibnu, ketua Festival.
"Tenanglah. Ini cuma permulaan.” jawabku.
Aku nyoba buat senyum. Meski hatiku miris juga. Proposal yang baru kami gandakan terpaksa kami lempar ke tempat sampah. Ini memang bukan pertama kalinya kami dipermalukan dan diperlakukan seperti ini. Kami sering mengalaminya. Tapi yang ini benar-benar sakit. Pembina kami yang terhormat tetep cuek dengan kami. Bahkan saat kami minta konfirmasi seputar kegiatan ini, dia malah lari!
Sebenarnya rasa hormat apa lagi yang harus kami berikan? Sujud sembah kayak hamba dengan rajanya? Kami coba mengklirkan masalah dengan ngomong bak-baik, soan dan minta saran. Apa itu masih kurang?
Kalau boleh kurang ajar, sebenarnya kami bisa jalan sendiri tanpa pembina sekalipun. Wong kami sering jalan sendiri. Toh apa arti struktur organisasi bagi kami. Itu cuma formalitas. Prakteknya kita tetep kerja sama tanpa mandang ketua, wakil, sekretaris, anggota, juga mungkin pembina.
Mungkin ini yang terakhir, Nu. Terkhir menjadi anak kecil yang merengek-rengek pada orang yang gak butuh.Tapi aku nggak mau nyerah lantaran itu. Festival harus tetap jalan. Apapun yang terjadi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar